Bone Densitometry
Bonedensitometer
atau juga disebut Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA). Mesin ini
memungkinkan pengukuran kepadatan tulang belakang, tulang paha dan
pergelangan tangan, serta komposisi tubuh total (lemak). Pandangan
lateral tulang belakang juga dapat diperoleh untuk deteksi fraktur.
Bonedensitometer secara ilmiah terbukti sebagai metode terbaik untuk
pengukuran kepadatan tulang.
Pemeriksaan
energi ganda X-Ray Absorpitometry (DEXA) memperkirakan jumlah konten
mineral tulang di daerah tertentu dari tubuh. Pemeriksaan DEXA mengukur
jumlah x-sinar yang diserap oleh tulang dalam tubuh Anda. Pemeriksaan
memungkinkan ahli radiologi untuk membedakan antara tulang dan jaringan
lunak, memberikan estimasi yang sangat akurat dari kepadatan tulang.
Scan kepadatan tulang lebih cepat dan tidak memerlukan suntikan
radionuklida serta bebas rasa sakit. Tes kepadatan tulang (DEXA) juga
dapat digunakan untuk menentukan apakah obat tertentu yang meningkatkan
kekuatan kepadatan tulang dari waktu ke waktu.
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang.
Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan
lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi.
3. Macam-macam Densitometer
1. SPA (Single Photon Absorptiometry) untuk mengukur pergelangan tangan.
2.SXA (Singel Energy x-ray absorptiometry) untuk mengukur pergelangan tangan atau tumit.
3. Ultrasound untuk mengukur densitas tulang tumit, digunakan untuk skrining
4.QCT (Quantitative Computed Tomography) untuk mengukur belakang dan pinggang.
5. DEXA untuk mengukur tulang belakang, pinggul, atau seluruh tubuh.
6.PDXA (Peripheral Dual Energy x-ray Absorptiometry) untuk mengukur pergelangan tangan, tumit atau jari.
7. RA (Radiographic Absorptiometry) menggunakan sinar x pada tangan atau
sepotong metal kecil untuk menghitung kepadatan tulang.
8. DPA (Dual Photo Absorptiometry) untuk mengukur tulang belakang,
pinggang atau seluruh tubuh.
4. Cara Kerja Bone Densitometer
Untuk
mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan
pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Di Indonesia dikenal 3 cara
penegakan diagnosa penyakit osteoporosis, yaitu:
A. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry).
Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa osteoporosis.
Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta
bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit.
DXA sangat berguna untuk:
o wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
o penderita yang diagnosisnya belum pasti
o penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat
B. Densitometer-USG.
Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit
osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai
lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5
berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti
osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan
harga pemeriksaannya yang lebih murah.
C. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx. Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan
hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi
darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses pengeroposan
tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi oral.
Proses
pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda
bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik
tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai penanda biokimia
pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan turnover tulang
pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga
dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.
Di luar negeri, dokter dapat pula menggunakan metode lain untuk mendiagnosa penyakit osteoporosis, antara lain:
- Sinar x untuk menunjukkan degenerasi tipikal dalam tulang punggung bagian bawah.
- Pengukuran massa tulang dengan memeriksa lengan, paha dan tulang belakang.
- Tes darah yang dapat memperlihatkan naiknya kadar hormon paratiroid.
- Biopsi tulang untuk melihat tulang mengecil, keropos tetapi tampak normal
Tabel 1. Karakteristik teknik pengukuran densitas tulang
Teknik
|
Jenis Radiasi
|
Status Perkembangan
|
Accuracy CV (%)
|
Precision CV (%)
|
Waktu Scan (menit)
|
Keterangan
|
Radiogrametry dan photodensitometry
|
Radiasi ionisasi x-ray
|
Mulai ditinggalkan
| ||||
Single-energy photon absorptiometry (SPA)
|
Radiasi ionisasi single-energy gamma
|
Established. Saat ini mulai digantikan oleh teknik x-ray.
|
2-8
|
2-5
|
5-15
|
Sederhana, relatif tidak mahal, paparan radiasi rendah. Sumber yang rusak mempengaruhi tampilan
|
Dual-energy photon absorptiometry (DPA)
|
Radiasi ionisasi gamma, dengan 2 energi berbeda
|
Established. Saat ini mulai digantikan oleh teknik x-ray.
|
3-10
|
2-6
|
20-45
|
Biasanya digunakan untuk pengukuran di tulang belakang dan panggul. Sumber yang rusak mempengaruhi tampilan.
|
Single-energy x-ray absorptiometry (SXA)
|
Radiasi ionisasi single-energy x-ray
|
Established
|
5
|
1
|
10-20
|
X-ray equivalent of SPA
|
Dual-energy x-ray absorptiometry (DXA)
|
Radiasi ionisasi x-ray dengan 2 energi berbeda
|
Established (saat ini paling banyak digunakan)
|
3-6
|
1-3
|
3-10
|
Sumber
Single X-ray dengan 2 energi. Flux photon lebih tinggi dibanding
sumber radionuklida, meningkatkan konfigurasi detektor.
|
Quantitative Computed Tomography (QCT)
|
Radiasi ionisasi x-ray
|
Established
- Simple
- Dual
|
5-15
|
2-5
|
10-15
|
Dapat menilai stuktur tulang. Memerlukan pengukuran standar kalibrasi simultan dengan pasien
|
Ultrasounds (QUS)
|
Non ionisasi
|
First stages of clinical introduction.*
|
20
|
2-4
|
5
|
Potensial untuk mengukur stuktur tulang
|
Magnetic resonance
|
Non ionisasi
|
Eksperimental**
| ||||
Compton scattering
|
Radiasi ionisasi gamma
|
Eksperimental**
| ||||
Neutron Activation analysis (NAA)
|
Radiasi ionisasi gamma
|
Eksperimental**
|
Dari
berbagai metode pengukuran densitas tulang yang digunakan saat ini,
metode yang berdasarkan x-ray (khususnya dual energy x-ray
absorptiometry (DXA)) terbanyak digunakan.Teknik ini secara bertahap
menggantikan teknik ionisasi lain yang menggunakan radiasi gamma.
Karekteristik
terpenting yang menjadikan suatu alat ukur sebagai pilihan untuk
menegakkan diagnosis adalah akurasi dari alat tersebut. Studi yang
menggambarkan akurasi masing-masing alat pengukuran dapat dilihat pada Tabel. 1.
DXA memiliki akurasi 3-6%, hal ini sedikit lebih tinggi pada akurasi
dari QCT dan pQCT yaitu 8-15%.Selain itu presisi (pemeriksaan ulang)
merupakan variabel penting untuk memonitor hasil terapi suatu penyakit.
DXA memiliki presisi 1-3%. Peralatan
untuk pemeriksaan klinis massa tulang atau risiko fraktur umumnya
memiliki sensitifitas moderat sampai tinggi dan spesifisitas rendah.
Tabel 2. Teknik pengukuran densitas massa tulang
No.
|
Teknik Pengukuran
|
Tempat Pengukuran
|
1.
|
Dual-energy X-ray Absorptiometry (DEXA atau DEXA)
|
Tulang belakang Anteroposterior (AP) dab lateral, femur proximal, total body, lengan, tumit
|
2.
|
Quantitative Computed Tomography (QCT)
|
Tulang belakang
|
3.
|
Peripheral Dual-energy X-ray Absorptiometry (pDXA)
|
Lengan
|
4.
|
Perifpheral Quantitative Computed Tomography (pQCT)
|
Lengan
|
5.
|
Single Photon Absorptiometry (SPA)
|
Lengan
|
6.
|
Single-energy X-ray Absorptiometry (SEXA atau SXA)
|
Lengan
|
7.
|
Radiographic Absorptiometry (RA)
|
Phalanges
|
Hasil Pemeriksaan
Bone
densitometri tulang mengukur padatnya tulang di daerah tubuh tertentu
dan dapat mendeteksi osteoporosis sebelum terjadi patah tulang. Dengan
kata lain, pemeriksaan ini membantu Anda memprediksi kemungkinan patah
tulang pada masa depan dan menentukan tingkat BMD (Bone Mineral Density)
saat Anda kehilangan tulang. Informasi ini dapat membantu dokter dalam
mendiagnosis osteoporosis dan menyarankan Anda dalam pencegahan dan
pengobatan yang sesuai untuk penyakit ini. Bonedensitometer menggunakan
sejumlah kecil dari x-ray untuk menghasilkan gambar tulang belakang,
pinggul, lengan, atau seluruh tubuh. X-ray adalah terdiri dari dua
tingkat energi, yang diserap secara berbeda oleh tulang dalam tubuh.
Hasil tes :
T
skor - Angka ini menunjukkan jumlah tulang Anda dibandingkan dengan
nilai orang dewasa muda lain dari gender yang sama dengan massa tulang
puncak. Nilai T digunakan untuk memperkirakan risiko Anda mengembangkan
fraktur.
· Normal: T-score yang berada di atas-1
· Osteopenic: T-score adalah antara -1 dan -2,5 (kepadatan tulang yang rendah)
· Osteoporosis: T-skor di bawah -2,5
Z
skor - Jumlah ini mencerminkan jumlah tulang Anda dibandingkan dengan
orang lain dalam kelompok usia dan jenis kelamin yang sama. Jika skor
ini luar biasa tinggi atau rendah, hal itu mungkin menunjukkan kebutuhan
tes medis lebih lanjut.
5. Keunggulan Bone Densitometer
Bone
densitometri sendiri ditetapkan oleh WHO (World Helath Organization)
sebagai Golden Standard dalam pemeriksaan massa tulang karena memiliki
keunggulan antara lain:
Ø akurasi dan presisi hasil yang lebih baik
Ø resolusi hasil yang tinggi
Ø waktu yang singkat
Ø paparan radiasi yang rendah
6. Kualifikasi dan tanggungjawab tenaga kesehatan
A. Tenaga Dokter
- Pemeriksaan harus di bawah pengawasan dan interpretasi dari dokter yang bersertifikasi dengan kualifikasi:
a. Pengetahuan dan pengertian tentang struktur tulang, metabolisme dan osteoporosis
b. Sertifikat
pelatihan dan mengerti tentang X-ray dan proteksi radiasi, meliputi
bahaya paparan radiasi pada pasien dan operator serta monitoringnya.
c. Mengetahui
dan mengerti tentang proses data absorptiometry dan akuisisi
pencitraan, meliputi posisi pasien dan penempatan regio dan artefak dan
abnormalitas anatomi yang menyebabkan false meningkat atau menurunkan
densitas mineral tulang.
d. Mengetahui dan mengerti parameter laporan, terdiri atas tapi tidak dibatasi pada pemeriksaan densitas tulang, rerata, T-skor, Z-skor, risiko fraktur dan sistim klasifikasi WHO.
e. Mengeahui
dan mengerti kriteria akurasi dan presisi dari pemeriksaan serial,
meliputi batasan perbandingan pengukuran dari teknik dan divisi yang
berbeda
f. Mengetahui dan mengerti penggunaan spektrum teknik densitas tulang, seperti pDXA, DXA, SXA, QCT, radiographic absorptiometry (RA), dan quantitative ultrasound
(QUS), untuk melengkapi aturan konsul, pemeriksaan serial atau prosedur
diagnostik untuk konfirmasi kecurigaan abnormalitas yang tampak pada
pencitraan.
- Pengawasan dokter, bertanggung jawab pada fasilitas absorptiometry dan quality control peralatan. Dokter bertanggung jawab pada kualitas pemeriksaan yang digunakan dalam pelaporan.
B. radiografer
1. Bertanggung jawab pada keamanan dan kenyamanan pasien, menyiapkan posisi pasien dan menempatkan wilayah pengukuran bone densitometry, memonitor pasien selama pemeriksaan di bawah pengawasan dokter.
2. Sertifikasi resmi dari penggunaan alat absorptiometry, meliputi semua alat—terutama mengenai prosedur quality assurance (QA).
3. Dapat mengoperasikan secara manual.
4. Lisensi atau sertifikasi dari American Registry of Radiologic Technologists (ARRT) atau Nuclear Medicine Technology Certification Board (NMTCB)
7. Indikasi Bone densitometry
Densitas
tulang saja tidak cukup untuk menjelaskan peningkatan insidens fraktur
panggul yang muncul dengan semakin meningkatnya usia. Faktor lain,
seperti elastisitas dan struktur tulang diperlukan dalam kombinasi
dengan densitas tulang untuk identifikasi wanita yang berisiko tinggi
untuk fraktur.
Guideline indikasi bone densitometry dalam penilaian risiko fraktur yang dikeluarkan oleh Catalan Agency for Health Technology Assessment, Barcelona, menyatakan bahwa bone densitometry diindikasikan pada pasien dengan:16
|
|
|
atau atau
Faktor risiko memiliki hubungan dengan RR fraktur ≥ 2; Moderate risk: faktor risiko memiliki hubungan dengan RR fraktur antara 1 dan 2 kali lebih tinggi (1<RR<2); No risk: faktor risiko memiliki risk value mendekati 1 (null value 1),
dan faktor risiko dengan efek protektif (RR<1);Tidak dapat
diklasifikasikan: faktor risiko dimana hubungan dengan fraktur tidak
dapat dijelaskan, baik karena kurangnya informasi atau pertentangan.
- Bila tidak terdapat faktor risiko, atau faktor yang ada tidak terdapat dalam tabel berikut, atau bila pasien tidak akan mendapatkan pencegahan atau pengobatan untuk menghindarkan insiden fraktur, bone densitometry tidak dikerjakan.
- Umumnya, interval minimum diantara pengukuran bone mass harus lebih dari 2 tahun. Interval ini dapat lebih pendek bila obat yang dapat meningkatkan massa tulang digunakan dan bila densitas tulang dinilai di lumbal.
- source http://teti-haryati.blogspot.com/2011/12/diagnosis-osteoporosis-dengan-bone.html
Terima kasih infonya sangat membantu.
BalasHapus